Ide Kocak

Blog yang memuat tentang berbagai macam permasalahan pelajar, baik itu positif maupun negatif, serta dikemas dalam bentuk semenarik mungkin. Dibuat dan disesuaikan untuk konsumsi publik. SELAMAT MEMBACA!

Rabu, 07 Oktober 2020

Kemarin

Tulisanku hari ini kuketik menggunakan jemari yang sama dengan jemari yang dahulu kamu genggam erat. Melalui jemari ini, hatiku berteriak meminta agar bisa perasaannya dapat dituliskan sedalam mungkin. Kamu tahu? Mengenalmu adalah patah hati yang paling sengaja aku lakukan. Tidak butuh waktu lama untuk cinta datang tanpa alasan, tapi aku seharusnya tahu bahwa cinta pun dapat pergi tanpa pamitan. Salahku memang. Sepertinya memang terulang kembali. Hal yang dahulu sempat kupikir aku telah berubah tapi kini aku kembali tersipuh di ujung jalan sembari meratapi bahwa hati ini belum cukup kuat untuk meneruskan perjalanannya. 

Kota Bogor adalah tempatku besar dan kota ini terkenal dengan Kota Hujan. Namun, dibalik terbiasanya aku terkena tetesan air dari langit ternyata aku pun memiliki kekesalan dengan hujan. Aku seharusnya saat itu menyadari bahwa yang kulakukan itu salah. Aku mencoba sekuat tenaga untuk menghentikan hujan hanya agar kamu dapat melihat indahnya pelangi. Hujan yang turun secara deras bahkan tak tahu ia turun membasahi siapa saja, tapi air mataku tahu untuk siapa ia meneteskannya ketika telah terjatuh bebas dari kolam mata yang kumiliki.

Derajat paling tinggi dari mencintai seseorang adalah ketika mampu untuk merelakannya. Tapi kalimat yang paling menjadi omong kosong adalah kalimat yang baru saja kamu baca sebelum ini. Bagaimana mungkin bisa merelakan orang yang kita cinta? Apakah perasaan cinta semudah itu dikalahkan untuk kemudian merelakannya begitu saja?

Hujan selain membasahi badanku kala itu, ternyata hujan juga melunturkan hak yang dulu pernah aku miliki yaitu hak untuk sekedar bisa dengan bebas menyapamu, aku merasa asing dengan keadaan. Kini sudah bukan kata “kita” untuk mewakili aku dan kamu, aku ya aku, kamu ya kamu. Masing-masing dari kita mewakili diri sendiri tanpa ada ikatan yang terjalin diantaranya. 

Aku jadi tersadar. Mungkin aku terlalu mencintai makhluk ciptaan Tuhan, sehingga Tuhan membuatku sadar bahwa aku seharusnya mencintai-Nya melebihi cintaku pada makhluk ciptaan-Nya. Jalan yang dipilih Tuhan adalah dengan memberiku luka sehingga aku paham bahwa aku telah jauh dari-Nya. Aku seharusnya tidak mendahului takdir, mau sedekat apapun aku dengan kamu, itu semua akan sia-sia jika kita tak berakhir untuk berpose berdua di meja akad. Namun kini melangitkan namamu adalah salah satu cara untuk memelukmu dari kejauhan. 

Apakah kamu tahu? Jika dulu saat aku mendekatimu kamu menyadari hal ini, mungkin kita tidak akan merasakan kesedihan seperti sekarang. Saat itu, ketika aku bersinggah seharusnya kamu memberiku kopi, alih-alih kamu memberiku hati. Hati yang kamu buka seolah mempersilahkanku untuk mencoba kembali. Tapi, aku tahu kita bukanlah pasangan yang ideal, karena kita tidak “pas” maka sudah pasti kita hanyalah sebuah “angan” kenyataan yang cukup menggelitik bukan? Seolah semesta sedang bercanda terhadap aku dan kamu. Seolah waktu yang kita korbankan adalah sebuah kesia-siaan semata tanpa memperdulikan banyaknya pengorbanan yang telah dilalui.

Apakah kamu disana sedang memeluk intim rasa rindu? Rasanya seperti memberikan efek ketenangan namun ternyata terasa sangat kejam. Ataukah kamu sedang memalingkan wajah dari penglihatan dunia? Apakah disana rindu sedang berusaha keras untuk merusak dinding pertahananmu ketika kamu membaca tulisan ini? Aku harap tidak. Bukan karena aku tidak menghargai, melainkan karena aku tahu hal ini tidak layak disematkan sebagai suatu hal yang mengganggumu. Berbahagialah! Meskipun kamu tahu itu bukan denganku. Bersenang-senanglah! Walaupun aku disini melihatmu dari kejauhan dan berdo’a agar kamu merasakan kenyamanan serta ketentraman hidup di dunia. Tapi tidak dipungkiri akan ada hati yang terluka dan hancur. Hati siapakah itu? Punyaku? Kamu? Atau malah kepunyaan orang lain? Aku akan membiarkannya seperti ini, menebak siapa yang terluka menurutku bukan hal yang penting dan berprasangka tidak ada yang terluka juga merupakan hal yang berat untuk dipikirkan. 

Semoga kamu tidak lupa dengan kata cinta. Ah maaf aku kurang lengkap. Semoga kamu tidak lupa rasanya mencintai dan dicintai. Ya! Bagiku dengan begini akan lebih tepat.

Jika dahulu aku pernah menggunakan analogi burung tak bersayap, maka kini aku akan memperbaharuinya dengan hal yang telah aku pikirkan matang sebelumnya. Kamu adalah ulat dan aku adalah seekor ulat lainnya. Aku terus bersamamu hingga kamu menutup diri menjadi sebuah kepompong. Tapi aku akan tetap menjadi ulat. Dengan itu, aku akan mampu untuk selalu menjagamu agar tidak ada siapapun yang berani merusak atau sekedar mengganggu proses pendewasaan yang kamu perlu alami. Hingga pada akhirnya penantianku berbuah manis, kamu mengelupaskan cangkang kepompongmu dari dalam menggunakan jemari baru yang masih lembut dan keluar dengan sangat pelan darinya. Melihatku sebentar lalu terbang tinggi mencari nutrisi di kelopak bunga yang sebelumnya tidak pernah bisa kita raih bersama. Aku memilih untuk menjagamu padahal aku tahu kenyataannya dari awal yaitu bahwa ketika kamu menjadi kupu-kupu maka kamu dapat terbang bebas dan meninggalkanku tanpa sempat aku berpikir kemanakah tujuanmu berikutnya. Lagi-lagi ini hanyalah analogi yang aku rangkai demi melengkapi tulisan ini. Benar atau tidaknya, cocok atau tidaknya, jangan dijadikan sebuah permasalahan. Bahkan, baumu ketika masih menjadi ulat akan kusimpan selamanya dan kupastikan tak akan ada seorangpun yang sanggup mengendusnya. 

———

Kemarin aku sadar bahwa menepi beberapa waktu sebenarnya adalah hal yang paling aku butuhkan. Kemanakah aku menuju? Aku sejujurnya tidak tahu. Bersama siapa aku menapaki perjalannya pun aku tak tahu. Kuserahkan pada Yang Maha Kuasa agar menjalankan skenario terbaik-Nya di hidupku ini.

Sekali kuminta, tak perlu memikirkan cocoklogi dari tulisanku kali ini. Objek kamu di tulisanku saja aku tak tahu untuk siapa. Sekali lagi kuminta, jangan ya!

»»  Baca selengkapnya.....

Jumat, 26 Juni 2020

Kirameki

Dini hari ini gue putuskan untuk menulis kembali. Tidak akan menjadi cerita yang panjang. Tak perlu popcorn maupun cemilan lainnya untuk menemani lo membaca cerita ini, karena sepertinya hanya butuh waktu sebentar untuk lo dapat menuntaskannya.

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Salah satu novel yang gue baca. Isinya menarik. Lo belum baca? Sila baca dulu. Meskipun paragraf ini ga nyambung dengan bagian intinya, tapi gue sebagai penulisnya pengen memasukkan ini sebagai tambahan paragraf. Biar jadi agak panjang dikit.

Baiklah langsung saja ya! Cerita kali ini tentang sebuah review dan sedikit spoiler versi gue dari suatu anime. Judulnya Shigatsu wa Kimi no Uso. Jujur gue baru menemukan anime ini kemarin atas dasar saran dari seorang teman. Anime Shigatsu wa Kimi no Uso ini menceritakan tentang dua insan yang menjadikan musik sebagai jalan hidupnya lalu bertemu karena suatu sebab dan memang semesta menjadikan pertemuan mereka sebagai alasan yang tepat untuk membuat segalanya menjadi lebih baik. Kousei ,pemuda yang memiliki bakat bermain piano dan Kaori, seorang wanita yang hadir untuk memberikan Kousei semangat untuk melanjutkan hidup. Banyak juga yang bilang bahwa anime ini menyediakan bawang merah gratis bagi penikmatnya, kenapa? Tepatnya di episode 22, atau yang menjadi episode terakhir dari anime ini, ketika surat yang diberi oleh Kaori diterima oleh Kousei. Isi suratnya tentang perpisahan, kenapa harus berpisah? Jawabannya ada di akhir episode anime Kimi Uso ini. Kousei harus merelakan kepergian Kaori untuk selama-lamanya karena penyakit yang dideritanya. Bagian tersedihnya bukan pada saat Kaori pergi, namun pada saat Kousei membaca surat yang diberikan oleh Kaori. Ketika surat terakhir itu dibaca oleh Kousei, ia sadar bahwa tak pernah ada kata terlambat untuk mensyukuri kedatangan seseorang yang jika dilihat lebih jauh ke belakang memberikan manfaat yang baik bagi hidupnya, baik di masa lalu, masa kini, dan untuk masa depan.

Singkat cerita, Kaori datang saat Kousei sedang dalam masa tak stabil. Umur Kousei waktu itu masih 11 tahun namun ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ibunya telah meninggal. Kejadian ini membuat Kousei trauma dan kehilangan niatnya untuk menjadi pianis nomor satu. Saat itulah kehadiran Kaori sangat berarti, ia hadir dan membuat Kousei kembali menemukan arti kegembiraan ketika bermain piano. Awal pertemuan mereka bisa disebut keberuntungan, karena pada saat usia mereka masih 5 tahun, mereka bertemu di tempat les piano. Saat itu, Kousei yang memang sudah berbakat sejak lahir memainkan pianonya dengan indah. Kaori memutuskan untuk mengundurkan niatnya menjadi seorang pianis dan beralih ke biola. Alasannya karena Kaori menginginkan Kousei memainkan piano untuknya di sebuah panggung sebagai dua orang musisi yang memiliki perasaan satu sama lainnya. Hal yang membuat Kaori jatuh hati untuk pertama kali dan juga menjadikan perasaannya kepada Kousei menjadi hal terakhir yang diambil dari tubuhnya dengan senyuman yang terukir manis di wajahnya.

Gue lihat dari komentar tentang soundtrack anime ini di dalam suatu platform video terbesar saat ini, ga sedikit yang merasakan bahwa memang anime ini layak didaulat menjadi salah satu anime terbaik yang memiliki sad ending. Lo ga percaya? Nonton deh! Di gomunime ada kok. Barusan gue buktiin juga dengan langsung nonton episode ke-22 dan gue sepakat dengan komenannya. Hahahaha.


»»  Baca selengkapnya.....

Kamis, 16 April 2020

Breathe

Suatu hal bisa menjadi benar dan boleh jadi dianggap sebuah kesalahan.
Waktu adalah sesuatu yang tidak bisa terulang kembali.

Halo, apa kabarmu? Kuharap kamu baik-baik saja.

Cerita ini adalah tentangku, tentang seseorang yang menemukan manusia yang baginya adalah seorang teman yang berharga. Apakah boleh aku menyayangi teman-temanku? Apakah aku salah jika aku memiliki perasaan seperti itu? Kamu tak perlu menjawabnya karena aku sudah pernah menyatakan bahwa aku menyayangimu. Apa yang kamu rasa saat ini? Dua tahun memang berlalu. Tidak. Mungkin bisa dibilang sudah hampir tiga tahun berlalu. Ya, memang perjalanan kita sudah selama itu. Akan tetapi satu hal yang pasti, yaitu sudah dua tahun kita tidak bertegur sapa. Saling berusaha menjauh satu sama lain. Apakah ini yang benar kuinginkan? Apakah ini benar hal yang ingin kamu lakukan? Mari kita menganggapnya seperti itu.

Dua manusia memang ada yang diciptakan hanya untuk memberikan pelajaran satu sama lain. Kehadiran singkatmu dalam kehidupanku merupakan bukti yang nyata bahwa teori ini benar. Kamu sudah kuanggap menjadi teman terbaik yang pernah kumiliki hingga saat ini. Tempatku bercerita tentang berbagai macam agenda. Sarana aku mengutarakan segala hal yang aku rasa. Kenangan selama tiga tahun kita saling mengenal bukanlah hal yang buruk. Aku tahu itu sekarang. Kita memang diciptakan untuk saling memperbaiki diri demi masa depan kita masing-masing. Masih ingatkah kamu ketika kamu dihantui keraguan saat hendak meyakinkan dirimu bahwa kamu memang pantas berada diantara mereka sebagai salah satu kandidat mahasiswa berprestasi? Aku merasa bahwa kehadiranku saat itu mengurangi perasaan ragu-ragumu itu. Tahukah kamu? Saat itu aku cemas memastikan bagaimana kamu menjalani presentasi mapres itu dari dalam kelasku. Dan ternyata kamu berhasil! Aku menghampirimu, berjalan kaki mengenakan jaket andalanku menuju gedung tempatmu presentasi. Kamu bilang kamu sudah menjalaninya semampu dan sebisamu, hasilnya kamu serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Beberapa waktu setelahnya, kamu memberiku kabar bahwa kamu berhasil meraihnya. Pikirku saat itu, "Aku sangat bangga bisa mendampingimu untuk meraih gelar mapres sebagaimana yang orang tuamu inginkan, khususnya oleh mamahmu," masih ingatkah kamu pernah menceritakan hal ini?

Aku pun tak mengerti mengapa hingga kini aku masih merasakan kepedihan itu. Aku tahu kamu akan mengatakan, "Hahaha rasain akibatnya!" tapi aku mohon, kamu harus mengerti bahwa hal ini adalah perasaanku sesungguhnya. Aku benar-benar kehilangan seorang teman, lagi. Dengan menulis cerita ini, aku sudah bertekad agar diberi kekuatan untuk kembali membasahi diri di dalam kolam yang bernama kesedihan. Air mata yang tanpa sengaja keluar bak ingin membantuku agar tenggelam lebih dalam. Tangisan yang mungkin pertama kali terjadi selama tahun 2020. Aku harap aku tak lagi merasakan kesedihan ini. Aku benar-benar merasa kehilangan. Kini aku juga teringat salah satu kalimat di dalam tulisanmu saat itu, "Waktu bisa menjadi obat pulih," aku sedang mempercayainya sekarang. Semoga memang benar ya kata orang itu, sebagaimana ia membuatmu percaya bahwa waktu adalah obat untukmu dan kini juga aku harapkan terjadi kepadaku. Tapi hey apakah kamu sudah pulih?

Aku jadi teringat waktu dimana aku mendapat pesan darimu yang berisi link sebuah lagu. Kukira lagu itu hanyalah lagu biasa yang tak akan bermakna apapun. Namun, tahukah kamu bahwa lagu itu yang menemaniku saat menulis cerita ini? Breathe. Lagu yang dipopulerkan oleh Lee Hi yang entah bagaimana kamu mengetahui lagu ini. Mungkin karena kamu suka drama korea? Hmm mungkin. Kamu mengirimkan lagu Breathe versi bahasa inggris. Lagu ini ternyata memberi dampak yang luar biasa untukku.

So go on, freely make mistakes.
That's what it means to be alive.
Saying it's alright are just words.
I hope it's fine.
When the world betrays you.
I'll be right beside you.
Lay it all on me.
When you feel like you've just had enough.
Things that you've been through.
I may not know but I'll try to understand.
I'll take your hand.
I will never let you go.

Penyesalan? Tidak. Aku tidak merasa bahwa semua yang aku lakukan dahulu itu sia-sia karena dengan bertemu kamu pada saat itu semuanya terasa sangat menyenangkan. Aku dapat menunjukkan versi diriku yang asli seutuhnya. Sejauh ini, kulakukan hanya padamu. Bukan berarti yang lain tidak lebih berharga darimu, tapi saat itu entah mengapa aku menganggapmu berbeda. Dan berkat perpisahan itu, aku kembali terjatuh. Aku tidak menemukan apapun untuk membuatku bisa merangkak kembali ke permukaan. Kau tahu ada yang lebih berharga daripada uang? Hal itu disebut hubungan pertemanan. Sekali saja kamu memutuskannya, maka semuanya tak akan lagi sama. Oleh karena itu, aku selalu tidak ingin perpisahan ini terjadi. Tapi kita menganggap bahwa perpisahan itu perlu sebagai langkah pertama agar keadaan tidak bertambah buruk. Semoga saja kamu mengerti. Memang cerita ini tidak akan mengubah apa-apa, aku akan tetap pada jalanku yang sekarang dan kamu pun begitu. Satu hal yang kulakukan sejak dulu adalah aku ingin membuatmu mengerti bahwa yang kuinginkan adalah berlanjutnya komunikasi kita dalam status sebagai teman. Teman spesial? Teman berharga? Teman penting? Bagiku, sosokmu adalah teman spesial yang berharga dan teramat penting. Tidak banyak yang bisa membuat diriku menjadi seperti saat aku bersamamu, bahkan saat penduduk bumi sudah menginjak angka 7.594.000.000 aku hanya bisa merasakannya denganmu. Perlukah status untuk memperjelas kita saat itu sedang merakit apa? Menurutku, teman sudah cukup. Tidak kurang tidak lebih. Aku menyayangi seluruh temanku, termasuk kamu. Hmm ya meskipun tidak semua temanku selalu berkomunikasi denganku setiap harinya. Harus aku akui, saat itu memang kita dalam masa-masa sulit. Aku bahkan sekarang ini sudah lupa penyebab kita saling menjauh, mungkin karena terlalu pahit sehingga otakku berusaha untuk menghapusnya sesegera mungkin. Ya sudah tak perlu dicari tahu kembali alasannya. 

Lihat? Cerita kita bukanlah cerita tentang mahasiswa yang menghabiskan waktunya untuk terlena dalam gelapnya dunia kampus. Kamu telah mengembangkanku. Kata-katamu memang kadang menyakitkan, tapi kukira hal itu ampuh untuk membuatku merasa lebih baik. Terima kasih ya sudah meluangkan waktu untuk membacanya, jika pada akhirnya kamu menemukan cerita yang berisi curhatanku ini. Aku memang sampah. Setidaknya kini aku telah berubah, dari yang tidak berharga sama sekali menjadi suatu barang yang dapat diolah kembali agar lebih berguna dalam bentuk yang lain. Aku akan bangga dengan gelar sampahku ini. Entah bagimu aku ini apa. Tapi bagiku kamu berlian. Barang yang akan terus berharga bahkan jika berada di dalam lumpur penuh tanah kotor sekalipun.

Aku memutuskan untuk mengungkapkan beberapa hal yang masih mengganjal dalam hati. Cerita ini adalah satu-satunya bentuk penerimaanku terhadap kenyataan. Semoga saja aku bisa mengikuti jejakmu agar bisa sembuh seutuhnya. Dan juga cerita ini aku dedikasikan kepadamu, seseorang yang telah membuatku menjadi manusia yang lebih banyak belajar. Terima kasih banyak. Kuharap kamu sudah memaafkan kesalahanku, 7-19-14.
»»  Baca selengkapnya.....

Senin, 08 Juli 2019

Perjalanan Panjang #1 Persiapan Masuk Kampus

"Hei, hei! Bangun dong! Kebo banget ih!"
"Suara siapa itu? Pagi-pagi sudah memintaku bangun dari tempat tidur," gumamku di dalam selimut.
"Drey! Bangun eh! Kamu sudah janji lho mau nganterin dia, jangan sampai telat Drey!"
"Aduh....gimana nih aku lupa, sial!" sesalku.
"Pokoknya bangun! Mandi! Sarapan! Bawa motornya hati-hati Drey! Kakak berangkat dulu. Oh iya, rumah jangan lupa dikunci!" kakakku memang begitu, selalu sibuk bahkan di hari-hari yang seharusnya dinikmati untuk leha-leha. Bisnisnya membuat dia selalu sibuk, ada saja permintaan dari para mitranya.

Lalu aku mencoba menyingkap selimut dan memulai membuka mata. "Jam berapa ini?" tanyaku dengan kondisi setengah sadar. Jam dinding pun berteriak, "waktu menunjukkan tepat pukul tujuh, tepat pukul tujuh."

"WAH GAWAT, LAGI-LAGI TELAT!"

***

Itulah musibah yang ku alami di hari spesial. Bayangkan aku sudah berjanji untuk menemani dia berbelanja kebutuhan untuk kuliah, tapi aku malah telat. Ya, aku dan dia akan masuk ke perguruan tinggi yang sama. Perguruan tinggi itu tak berada jauh dari rumahku, jadi aku tak perlu terlalu khawatir dengan persiapanku kelak. Dia yang memintaku untuk menemaninya karena menganggap aku lebih kenal dengan kampus. Selain karena alasan itu, yang pasti dia hanya bisa mengandalkanku sebagai orang terdekatnya. Aku juga tak punya kegiatan lain di hari itu, selain bermain game kesukaan. Daripada aku hanya bermain game, lebih baik aku menemaninya berbelanja.

Hari itu, aku berhasil membuat dia tidak marah. Kamu penasaran dengan caraku melakukannya? Penasaran aja atau penasaran banget? Hehe maaf aku tidak bermaksud membuat pembaca merasa cringe hehehehe sungguh!

Aku, Audrey Fikri, tak akan menerima kekalahanku begitu saja. Aku harus berbuat sesuatu agar dia tidak marah karena aku telat.  Pukul 7 aku segerakan diri ini menuju kamar mandi; sarapan semampuku; dan bergegas menjemputnya. Sekitar 40 menit aku habiskan untuk menjemput dia di rumahnya yang terletak cukup jauh dari lokasi rumahku.

"Hey, aku sudah di depan ya! Kamu kangen kan? Ayo cepat keluar, Audrey tampan menunggumu"

Ku kirimi dia sms seperti itu, karena ku tahu bahwa dia suka mematikan sinyal di handphone nya jika sedang badmood

"Lo kok baru sampai jam segini sih Drey?"

Alih-alih senyuman yang berbalas, dia malah menamparku dengan kata-kata pedasnya. Dia mencoba memarahiku, namun dengan sigap ku beri dia eskrim kesukaannya. Pagi itu, aku usahakan untuk singgah ke super market terdekat untuk menyiapkan kejutan ini. Dan trik unik itu berhasil membuatnya meleleh. Hahaha aku tertawa dalam hati, "YES BERHASIL NIH BIKIN DIA GA MARAH!"

Alhasil kami berdua langsung bertolak ke tempat tujuan kami. Di sana, kami mengunjungi banyak toko dan mencari apa yang dia butuhkan. Beberapa kali dia meminta saranku dan aku selalu sukses untuk mencari solusi dari kegelisahan yang dia rasakan. Mau tahu apa saja yang dia keluhkan?

"Drey sini! Audreeeeeeey!" teriak dia dari dalam toko. Aku segera menghampirinya, "Drey bagus ini atau itu?" dia bertanya tentang perbandingan suatu barang yang menurutku bisa dibeli sesuai kemauan, cukup sampai disitu, simpel. Namun, dia bingung untuk memilih diantara kedua barang itu, "Drey pancinya bagus yang ada gagangnya atau yang nggak ada ya Drey?" tanya dia. Aku yang mendengar pertanyaannya langsung membalas, "Sayang, eh maksudnya kamu, kamu tahu ga di asrama nggak boleh bawa panci? Kita ga boleh masak di dalam asrama, nanti kantin asramanya bangkrut dong. Aku juga tidak mengizinkan kamu bawa panci, meski di sana ada dapur sekalipun aku tidak rela mengetahui bahwa kamu menghabiskan malam dengan makanan cepat saji, tidak baik untuk kesehatanmu," mendengar balasanku sontak dia mengucap maaf kepada pemilik toko dan memilih membuang muka seraya melanjutkan pencarian barang lain. Dia menghabiskan beberapa waktu untuk memilih barang yang sebenarnya dilarang, dan kalau kamu bertanya, "kenapa aku nggak ada di sana?" kami para laki-laki terbiasa menemani bukan menguntit. Aku saat itu sedang berada di luar toko untuk bertanya kepada penjaga parkir dimana lokasi toko tempat tujuan berikutnya. Jadi wajar jika aku tidak mengetahui jenis barang yang dia sedang pilih. Dia tetaplah dia, dengan segala hal yang hinggap di dirinya, aku tetap di sana untuk mendampingi serta membimbingnya.

Setelah kejadian tadi, aku merasa harus mengikuti dia kemanapun dia pergi. Aku bukan penguntit, aku hanya tak ingin dia menghabiskan tenaganya untuk memilih dua barang yang tidak boleh dia bawa nantinya. Aku akhirnya nempelin kemanapun dia pergi. Hingga sampai di suatu waktu dimana dia ingin buang air kecil. Aku melihat jam tangan yang berputar di tangan, "hmm pukul 12 kurang, udah mau dzuhur nih," lalu aku mengajaknya untuk menaruh belanjaan kami di bagasi motor. "Hey, kamu nanti di kamar mandi jangan pilih-pilih ya, karena aku nggak akan ada di sana untuk memberimu pilihan, oke?" dia mengangguk tanda setuju denganku.

Triiing....triiiing....handphone ku berdering. Oh ternyata dia meneleponku.

"Ada apa kamu ko tiba-tiba nelepon? Aku baru selesai sholat nih. Ada barang ketinggalan di motor?" tanyaku.

"Nggak Drey, gue bingung mau pakai lipstik yang warna apa."

"Kamu pakai warna apa aja, kamu sudah cantik dari sananya kok! Pakai yang mana saja, aku pasti suka," balasku menenangkan. Aku membayangkan senyuman terukir di wajah cantiknya ketika mendengar balasanku barusan.

"Hey hey!"
"Apa?"
"Eh nggak deh, ga jadi."
"Drey, apa ga? Jawab ih!"
"Kamu tadi senyum-senyum ga pas aku bilang kamu cantik?"
"Kepo ya? Cari tahu saja sendiri Drey!"
"Gimana caranya? Masa aku harus masuk ke kamar mandi khusus wanita?"
"Lo tebak dong gue senyum apa nggak!"
Aku terdiam untuk beberapa saat, dia memang suka begini, penyakitnya dia adalah membuatku penasaran. "Duh dia kambuh deh, males nih!"

Dia adalah seorang wanita yang apa adanya, apa yang dia pikirkan akan dia sampaikan, dia bukan tipe orang yang suka memendam sesuatu. Lalu aku adalah orang yang agak sulit mengungkapkan. Tak jarang kami bertengkar hanya karena memaksakan sesuatu dari masing-masing kami. Kami sudah menjalani hubungan cukup lama, berbeda pendapat bukanlah alasan yang bisa memisahkan kami.

Siang itu terasa sangat panas. Padahal kami berada di Kota Hujan lho! Kami memutuskan untuk mencari makanan karena perut sudah mengaung meminta makanan. Akhirnya kami sampai di lokasi tujuan.

"Ini akang, teteh, menunya silahkan dipilih." pinta pelayan restoran itu.
"Aku yang pilihin aja ya, kamu ga suka yang pedes kan? Kamu mau minum yang hangat atau dingin?"
"Gue percayakan saja sama lo ya Drey!"
"Oke percaya sama aku ya!"

Aku memesan 1 nasi goreng kambing, 1 soto ayam bening, 1 milkshake vanilla, dan satu teh manis panas. Saat pelayan itu pergi, dia memintaku untuk menggeser kursiku agar lebih dekat dengannya, "Sini Drey! Kita foto, gue mau update di snapgram nih!" aku tanpa ragu mendekat dan memasang gaya khasku, dua jari yang mengacung ke atas sambil senyum. 

Selepas itu, aku mengantarnya pulang. Di depan rumahnya, aku berhenti untuk mempersilahkan dia turun dari motorku. Dia memberiku helm dan langsung berpaling menuju rumahnya tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Tak berterima kasih, tak pula mengucapkan hati-hati padaku, bahkan tidak membalas senyumku lagi seperti tadi pagi. Senyumku pun perlahan sirna dan memaksaku untuk berjalan pulang. Hari sudah mulai gelap. "Perjalanan cukup panjang masih harus kutempuh," gumamku. Di sela-sela perjalanan, handphone ku bergetar,

"Iya Drey tadi gue senyum mendengar balasan super romantis lo! Jarang-jarang lo kayak gitu. Makasih ya buat hari ini, hati-hati pulangnya, kabarin gue ya! Wajib! Bilang ke Kakak maaf juga kalau lo jadi malam pulangnya. Lo ga lupa kan naruh kunci di tempat biasa? Kalau lupa awas lo! Kasian Kakak lo nungguin nanti"

Betapa bahagianya membaca pesan singkat darinya, aku hanya sanggup membalasnya dengan, "Aku sayang kamu juga, Ra"
»»  Baca selengkapnya.....

Kamis, 22 November 2018

Waktu yang Salah by Fiersa Besari

Jangan tanyakan perasaanku
Jika kau pun tak bisa beralih
Dari masa lalu yang menghantui mu
Karena sungguh ini tidak adil

Bukan maksudku menyakiti mu
Namun tak mudah tuk melupakan
Cerita panjang yang pernah aku lalui
Tolong yakinkan saja raguku

Pergi saja engkau pergi dariku,
Biar ku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untuk ku
Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah

Hidup memang sebuah pilihan
Tapi hati bukan tuk dipilih
Bila hanya setengah dirimu hadir
Dan setengah lagi untuk dia

Pergi saja engkau pergi dariku,
Biar ku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untuk ku
Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah

Bukan ini yang ku mau
Lalu tuk apa kau datang
Rindu tak bisa diatur
Kita tak pernah mengerti
Kau dan aku menyakitkan

Pergi saja engkau pergi dariku,
Biar ku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untuk ku
Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah

Di waktu yang salah
»»  Baca selengkapnya.....

Minggu, 07 Oktober 2018

Burung tak Bersayap

Terima kasih. Entah mengapa setiap kali aku membicarakan kata itu, engkau selalu membalas, "makasih untuk apa?" dan setelahnya aku pasti selalu kelimpungan untuk membalasnya seperti apa.

Ada banyak hal yang kusembunyikan dari seluruh penghuni bumi, namun engkau mengetahuinya. Inginku adalah waktu dimana aku bisa menceritakan semua terkait agenda-agenda yang baru saja kualami. Akan tetapi, engkau sendiri pun tahu bahwa itu merupakan ketidakmungkinan untuk terjadi. Aku tidak menyalahkanmu dan aku tahu semuanya karena aku. Aku membuatmu menjadi seperti ini. Aku penyebabnya.

Ada banyak hal yang tak bisa kuungkapkan kepada yang lain, namun padamu itu merupakan sebuah kemungkinan yang beberapa kali aku lakukan. Aku tak pernah benar-benar menyalahkanmu karena pada dasarnya aku dan kamu memiliki kesamaan. Mungkin kamu akan sedikit 'panas' saat membacanya, aku begitu yakin karena kita kenal sudah melebihi umur biji jagung. Kesamaan yang kita miliki adalah aku dan kamu sama-sama tahu bahwa aku yang salah. Aku punya banyak pernyataan yang ingin sekali aku sampaikan, tapi kamu tahu aku tidak memiliki keberanian. Pesanmu kala itu membuatku sadar bahwa pernyataan seperti apapun tidak akan mengubah apapun. Malahan kamu akan lebih merugi jika aku menghubungimu kembali.

Ada yang bilang bahwa obat dari sebuah keburukan adalah komunikasi. Waktu yang menurutmu bisa menjadi obat, menurutku tidak sepenuhnya benar. Kita sama-sama tahu bahwa kita takkan pernah sependapat. Apa yang ada dalam benakku tak pernah cocok dengan apa yang ada di dalam pikiranmu. Entah. Beranikah kita berkomunikasi kembali? Pertanyaan itu menghantuiku sejak pesan terakhir yang hanya bisa aku baca tanpa sanggup untuk aku balas. Aku sadar, kita memiliki banyak sekali perbedaan tapi saling mengetahui bahwa ada beberapa hal yang kita inginkan dari satu sama lain.

Kenapa?

Aku tahu kamu perempuan kuat. Kamu adalah contoh dari seluruh hal yang seharusnya dimiliki oleh perempuan di muka bumi ini. Kamu baik. Kamu jujur. Kamu berani. Kamu berprinsip. Kamu mandiri. Dan banyak hal baik lainnya ada padamu.

Mengapa?

Di dalam tulisan ini, aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku masih berdiri di tempat yang sama. Tempat dimana aku membutuhkan celotehan sarkas khas kamu. Meskipun aku tahu, tulisan ini bukanlah obat yang selama ini kamu butuhkan. Tulisan ini adalah salah satu bentuk komunikasi yang aku usahakan demi menyampaikan apa yang masih aku pendam hingga saat ini.

Kalau diingat, ada banyak hal yang sudah kita lalui. Baik maupun buruknya sudah menjadi makanan sehari-hari. Aku memang seperti ini, laki-laki yang pola pikirnya logika banget dan memiliki metode pengambilan keputusan yang aneh. Aku salut kamu bisa mengerti hal ini.

Kamu tenang saja. Aku akan mencoba untuk sepakat dengan keinginanmu. Aku sedih tapi kau tahu itu sudah tidak bisa jadi alasan agar kita kembali untuk sekedar memulainya seperti dahulu. Aku mendukungmu seutuhnya. Tak perlu khawatir, akan aku usahakan untuk menjaga diriku dari segala bentuk kejamnya dunia. Aku harap, kamu juga ya!

Jauh sebelum itu, aku mulai menyadari bahwa pertemuan itu tak seharusnya terjadi. Aku sudah tak punya hak ---atau memang tidak pernah memilikinya sama sekali--- untuk menemuimu. Menemuimu saja sudah ku anggap kesalahan karena pada akhirnya aku hanya akan melukaimu. Aku berpikir bahwa aku selalu memberikanmu luka, kemudian kamu pikir aku baik maka kamu tidak benar. Aku tidak layak disebut baik karena aku tidak bisa mengeluarkanmu dari kondisi ini. Aku selalu mengukir kisah sedih di hidupmu. Aku tidak bisa mengelaknya karena aku sendiri menyetujuinya. Meskipun aku sangat terpukul. Pernahkah kamu membayangkan jika jadi aku? Bak burung tak bersayap, aku tak bisa terbang kemanapun. Kamu perempuan hebat yang aku bangga bisa mengenalmu. Aku yakin dan percaya, kamu akan selamanya begitu.

Burung tak bersayap merupakan gambaran yang tepat. Langit yang begitu indah namun burung tak bersayap hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

RK Pinus 2,
19.00 WIB

Chelsea selalu di hatiku dan kamu tahu itu.
»»  Baca selengkapnya.....