Blog yang memuat tentang berbagai macam permasalahan pelajar, baik itu positif maupun negatif, serta dikemas dalam bentuk semenarik mungkin. Dibuat dan disesuaikan untuk konsumsi publik. SELAMAT MEMBACA!

Rabu, 07 Oktober 2020

Kemarin

Tulisanku hari ini kuketik menggunakan jemari yang sama dengan jemari yang dahulu kamu genggam erat. Melalui jemari ini, hatiku berteriak meminta agar bisa perasaannya dapat dituliskan sedalam mungkin. Kamu tahu? Mengenalmu adalah patah hati yang paling sengaja aku lakukan. Tidak butuh waktu lama untuk cinta datang tanpa alasan, tapi aku seharusnya tahu bahwa cinta pun dapat pergi tanpa pamitan. Salahku memang. Sepertinya memang terulang kembali. Hal yang dahulu sempat kupikir aku telah berubah tapi kini aku kembali tersipuh di ujung jalan sembari meratapi bahwa hati ini belum cukup kuat untuk meneruskan perjalanannya. 

Kota Bogor adalah tempatku besar dan kota ini terkenal dengan Kota Hujan. Namun, dibalik terbiasanya aku terkena tetesan air dari langit ternyata aku pun memiliki kekesalan dengan hujan. Aku seharusnya saat itu menyadari bahwa yang kulakukan itu salah. Aku mencoba sekuat tenaga untuk menghentikan hujan hanya agar kamu dapat melihat indahnya pelangi. Hujan yang turun secara deras bahkan tak tahu ia turun membasahi siapa saja, tapi air mataku tahu untuk siapa ia meneteskannya ketika telah terjatuh bebas dari kolam mata yang kumiliki.

Derajat paling tinggi dari mencintai seseorang adalah ketika mampu untuk merelakannya. Tapi kalimat yang paling menjadi omong kosong adalah kalimat yang baru saja kamu baca sebelum ini. Bagaimana mungkin bisa merelakan orang yang kita cinta? Apakah perasaan cinta semudah itu dikalahkan untuk kemudian merelakannya begitu saja?

Hujan selain membasahi badanku kala itu, ternyata hujan juga melunturkan hak yang dulu pernah aku miliki yaitu hak untuk sekedar bisa dengan bebas menyapamu, aku merasa asing dengan keadaan. Kini sudah bukan kata “kita” untuk mewakili aku dan kamu, aku ya aku, kamu ya kamu. Masing-masing dari kita mewakili diri sendiri tanpa ada ikatan yang terjalin diantaranya. 

Aku jadi tersadar. Mungkin aku terlalu mencintai makhluk ciptaan Tuhan, sehingga Tuhan membuatku sadar bahwa aku seharusnya mencintai-Nya melebihi cintaku pada makhluk ciptaan-Nya. Jalan yang dipilih Tuhan adalah dengan memberiku luka sehingga aku paham bahwa aku telah jauh dari-Nya. Aku seharusnya tidak mendahului takdir, mau sedekat apapun aku dengan kamu, itu semua akan sia-sia jika kita tak berakhir untuk berpose berdua di meja akad. Namun kini melangitkan namamu adalah salah satu cara untuk memelukmu dari kejauhan. 

Apakah kamu tahu? Jika dulu saat aku mendekatimu kamu menyadari hal ini, mungkin kita tidak akan merasakan kesedihan seperti sekarang. Saat itu, ketika aku bersinggah seharusnya kamu memberiku kopi, alih-alih kamu memberiku hati. Hati yang kamu buka seolah mempersilahkanku untuk mencoba kembali. Tapi, aku tahu kita bukanlah pasangan yang ideal, karena kita tidak “pas” maka sudah pasti kita hanyalah sebuah “angan” kenyataan yang cukup menggelitik bukan? Seolah semesta sedang bercanda terhadap aku dan kamu. Seolah waktu yang kita korbankan adalah sebuah kesia-siaan semata tanpa memperdulikan banyaknya pengorbanan yang telah dilalui.

Apakah kamu disana sedang memeluk intim rasa rindu? Rasanya seperti memberikan efek ketenangan namun ternyata terasa sangat kejam. Ataukah kamu sedang memalingkan wajah dari penglihatan dunia? Apakah disana rindu sedang berusaha keras untuk merusak dinding pertahananmu ketika kamu membaca tulisan ini? Aku harap tidak. Bukan karena aku tidak menghargai, melainkan karena aku tahu hal ini tidak layak disematkan sebagai suatu hal yang mengganggumu. Berbahagialah! Meskipun kamu tahu itu bukan denganku. Bersenang-senanglah! Walaupun aku disini melihatmu dari kejauhan dan berdo’a agar kamu merasakan kenyamanan serta ketentraman hidup di dunia. Tapi tidak dipungkiri akan ada hati yang terluka dan hancur. Hati siapakah itu? Punyaku? Kamu? Atau malah kepunyaan orang lain? Aku akan membiarkannya seperti ini, menebak siapa yang terluka menurutku bukan hal yang penting dan berprasangka tidak ada yang terluka juga merupakan hal yang berat untuk dipikirkan. 

Semoga kamu tidak lupa dengan kata cinta. Ah maaf aku kurang lengkap. Semoga kamu tidak lupa rasanya mencintai dan dicintai. Ya! Bagiku dengan begini akan lebih tepat.

Jika dahulu aku pernah menggunakan analogi burung tak bersayap, maka kini aku akan memperbaharuinya dengan hal yang telah aku pikirkan matang sebelumnya. Kamu adalah ulat dan aku adalah seekor ulat lainnya. Aku terus bersamamu hingga kamu menutup diri menjadi sebuah kepompong. Tapi aku akan tetap menjadi ulat. Dengan itu, aku akan mampu untuk selalu menjagamu agar tidak ada siapapun yang berani merusak atau sekedar mengganggu proses pendewasaan yang kamu perlu alami. Hingga pada akhirnya penantianku berbuah manis, kamu mengelupaskan cangkang kepompongmu dari dalam menggunakan jemari baru yang masih lembut dan keluar dengan sangat pelan darinya. Melihatku sebentar lalu terbang tinggi mencari nutrisi di kelopak bunga yang sebelumnya tidak pernah bisa kita raih bersama. Aku memilih untuk menjagamu padahal aku tahu kenyataannya dari awal yaitu bahwa ketika kamu menjadi kupu-kupu maka kamu dapat terbang bebas dan meninggalkanku tanpa sempat aku berpikir kemanakah tujuanmu berikutnya. Lagi-lagi ini hanyalah analogi yang aku rangkai demi melengkapi tulisan ini. Benar atau tidaknya, cocok atau tidaknya, jangan dijadikan sebuah permasalahan. Bahkan, baumu ketika masih menjadi ulat akan kusimpan selamanya dan kupastikan tak akan ada seorangpun yang sanggup mengendusnya. 

———

Kemarin aku sadar bahwa menepi beberapa waktu sebenarnya adalah hal yang paling aku butuhkan. Kemanakah aku menuju? Aku sejujurnya tidak tahu. Bersama siapa aku menapaki perjalannya pun aku tak tahu. Kuserahkan pada Yang Maha Kuasa agar menjalankan skenario terbaik-Nya di hidupku ini.

Sekali kuminta, tak perlu memikirkan cocoklogi dari tulisanku kali ini. Objek kamu di tulisanku saja aku tak tahu untuk siapa. Sekali lagi kuminta, jangan ya!

»»  Baca selengkapnya.....

Jumat, 26 Juni 2020

Kirameki

Dini hari ini gue putuskan untuk menulis kembali. Tidak akan menjadi cerita yang panjang. Tak perlu popcorn maupun cemilan lainnya untuk menemani lo membaca cerita ini, karena sepertinya hanya butuh waktu sebentar untuk lo dapat menuntaskannya.

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Salah satu novel yang gue baca. Isinya menarik. Lo belum baca? Sila baca dulu. Meskipun paragraf ini ga nyambung dengan bagian intinya, tapi gue sebagai penulisnya pengen memasukkan ini sebagai tambahan paragraf. Biar jadi agak panjang dikit.

Baiklah langsung saja ya! Cerita kali ini tentang sebuah review dan sedikit spoiler versi gue dari suatu anime. Judulnya Shigatsu wa Kimi no Uso. Jujur gue baru menemukan anime ini kemarin atas dasar saran dari seorang teman. Anime Shigatsu wa Kimi no Uso ini menceritakan tentang dua insan yang menjadikan musik sebagai jalan hidupnya lalu bertemu karena suatu sebab dan memang semesta menjadikan pertemuan mereka sebagai alasan yang tepat untuk membuat segalanya menjadi lebih baik. Kousei ,pemuda yang memiliki bakat bermain piano dan Kaori, seorang wanita yang hadir untuk memberikan Kousei semangat untuk melanjutkan hidup. Banyak juga yang bilang bahwa anime ini menyediakan bawang merah gratis bagi penikmatnya, kenapa? Tepatnya di episode 22, atau yang menjadi episode terakhir dari anime ini, ketika surat yang diberi oleh Kaori diterima oleh Kousei. Isi suratnya tentang perpisahan, kenapa harus berpisah? Jawabannya ada di akhir episode anime Kimi Uso ini. Kousei harus merelakan kepergian Kaori untuk selama-lamanya karena penyakit yang dideritanya. Bagian tersedihnya bukan pada saat Kaori pergi, namun pada saat Kousei membaca surat yang diberikan oleh Kaori. Ketika surat terakhir itu dibaca oleh Kousei, ia sadar bahwa tak pernah ada kata terlambat untuk mensyukuri kedatangan seseorang yang jika dilihat lebih jauh ke belakang memberikan manfaat yang baik bagi hidupnya, baik di masa lalu, masa kini, dan untuk masa depan.

Singkat cerita, Kaori datang saat Kousei sedang dalam masa tak stabil. Umur Kousei waktu itu masih 11 tahun namun ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ibunya telah meninggal. Kejadian ini membuat Kousei trauma dan kehilangan niatnya untuk menjadi pianis nomor satu. Saat itulah kehadiran Kaori sangat berarti, ia hadir dan membuat Kousei kembali menemukan arti kegembiraan ketika bermain piano. Awal pertemuan mereka bisa disebut keberuntungan, karena pada saat usia mereka masih 5 tahun, mereka bertemu di tempat les piano. Saat itu, Kousei yang memang sudah berbakat sejak lahir memainkan pianonya dengan indah. Kaori memutuskan untuk mengundurkan niatnya menjadi seorang pianis dan beralih ke biola. Alasannya karena Kaori menginginkan Kousei memainkan piano untuknya di sebuah panggung sebagai dua orang musisi yang memiliki perasaan satu sama lainnya. Hal yang membuat Kaori jatuh hati untuk pertama kali dan juga menjadikan perasaannya kepada Kousei menjadi hal terakhir yang diambil dari tubuhnya dengan senyuman yang terukir manis di wajahnya.

Gue lihat dari komentar tentang soundtrack anime ini di dalam suatu platform video terbesar saat ini, ga sedikit yang merasakan bahwa memang anime ini layak didaulat menjadi salah satu anime terbaik yang memiliki sad ending. Lo ga percaya? Nonton deh! Di gomunime ada kok. Barusan gue buktiin juga dengan langsung nonton episode ke-22 dan gue sepakat dengan komenannya. Hahahaha.


»»  Baca selengkapnya.....

Kamis, 16 April 2020

Breathe

Suatu hal bisa menjadi benar dan boleh jadi dianggap sebuah kesalahan.
Waktu adalah sesuatu yang tidak bisa terulang kembali.

Halo, apa kabarmu? Kuharap kamu baik-baik saja.

Cerita ini adalah tentangku, tentang seseorang yang menemukan manusia yang baginya adalah seorang teman yang berharga. Apakah boleh aku menyayangi teman-temanku? Apakah aku salah jika aku memiliki perasaan seperti itu? Kamu tak perlu menjawabnya karena aku sudah pernah menyatakan bahwa aku menyayangimu. Apa yang kamu rasa saat ini? Dua tahun memang berlalu. Tidak. Mungkin bisa dibilang sudah hampir tiga tahun berlalu. Ya, memang perjalanan kita sudah selama itu. Akan tetapi satu hal yang pasti, yaitu sudah dua tahun kita tidak bertegur sapa. Saling berusaha menjauh satu sama lain. Apakah ini yang benar kuinginkan? Apakah ini benar hal yang ingin kamu lakukan? Mari kita menganggapnya seperti itu.

Dua manusia memang ada yang diciptakan hanya untuk memberikan pelajaran satu sama lain. Kehadiran singkatmu dalam kehidupanku merupakan bukti yang nyata bahwa teori ini benar. Kamu sudah kuanggap menjadi teman terbaik yang pernah kumiliki hingga saat ini. Tempatku bercerita tentang berbagai macam agenda. Sarana aku mengutarakan segala hal yang aku rasa. Kenangan selama tiga tahun kita saling mengenal bukanlah hal yang buruk. Aku tahu itu sekarang. Kita memang diciptakan untuk saling memperbaiki diri demi masa depan kita masing-masing. Masih ingatkah kamu ketika kamu dihantui keraguan saat hendak meyakinkan dirimu bahwa kamu memang pantas berada diantara mereka sebagai salah satu kandidat mahasiswa berprestasi? Aku merasa bahwa kehadiranku saat itu mengurangi perasaan ragu-ragumu itu. Tahukah kamu? Saat itu aku cemas memastikan bagaimana kamu menjalani presentasi mapres itu dari dalam kelasku. Dan ternyata kamu berhasil! Aku menghampirimu, berjalan kaki mengenakan jaket andalanku menuju gedung tempatmu presentasi. Kamu bilang kamu sudah menjalaninya semampu dan sebisamu, hasilnya kamu serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Beberapa waktu setelahnya, kamu memberiku kabar bahwa kamu berhasil meraihnya. Pikirku saat itu, "Aku sangat bangga bisa mendampingimu untuk meraih gelar mapres sebagaimana yang orang tuamu inginkan, khususnya oleh mamahmu," masih ingatkah kamu pernah menceritakan hal ini?

Aku pun tak mengerti mengapa hingga kini aku masih merasakan kepedihan itu. Aku tahu kamu akan mengatakan, "Hahaha rasain akibatnya!" tapi aku mohon, kamu harus mengerti bahwa hal ini adalah perasaanku sesungguhnya. Aku benar-benar kehilangan seorang teman, lagi. Dengan menulis cerita ini, aku sudah bertekad agar diberi kekuatan untuk kembali membasahi diri di dalam kolam yang bernama kesedihan. Air mata yang tanpa sengaja keluar bak ingin membantuku agar tenggelam lebih dalam. Tangisan yang mungkin pertama kali terjadi selama tahun 2020. Aku harap aku tak lagi merasakan kesedihan ini. Aku benar-benar merasa kehilangan. Kini aku juga teringat salah satu kalimat di dalam tulisanmu saat itu, "Waktu bisa menjadi obat pulih," aku sedang mempercayainya sekarang. Semoga memang benar ya kata orang itu, sebagaimana ia membuatmu percaya bahwa waktu adalah obat untukmu dan kini juga aku harapkan terjadi kepadaku. Tapi hey apakah kamu sudah pulih?

Aku jadi teringat waktu dimana aku mendapat pesan darimu yang berisi link sebuah lagu. Kukira lagu itu hanyalah lagu biasa yang tak akan bermakna apapun. Namun, tahukah kamu bahwa lagu itu yang menemaniku saat menulis cerita ini? Breathe. Lagu yang dipopulerkan oleh Lee Hi yang entah bagaimana kamu mengetahui lagu ini. Mungkin karena kamu suka drama korea? Hmm mungkin. Kamu mengirimkan lagu Breathe versi bahasa inggris. Lagu ini ternyata memberi dampak yang luar biasa untukku.

So go on, freely make mistakes.
That's what it means to be alive.
Saying it's alright are just words.
I hope it's fine.
When the world betrays you.
I'll be right beside you.
Lay it all on me.
When you feel like you've just had enough.
Things that you've been through.
I may not know but I'll try to understand.
I'll take your hand.
I will never let you go.

Penyesalan? Tidak. Aku tidak merasa bahwa semua yang aku lakukan dahulu itu sia-sia karena dengan bertemu kamu pada saat itu semuanya terasa sangat menyenangkan. Aku dapat menunjukkan versi diriku yang asli seutuhnya. Sejauh ini, kulakukan hanya padamu. Bukan berarti yang lain tidak lebih berharga darimu, tapi saat itu entah mengapa aku menganggapmu berbeda. Dan berkat perpisahan itu, aku kembali terjatuh. Aku tidak menemukan apapun untuk membuatku bisa merangkak kembali ke permukaan. Kau tahu ada yang lebih berharga daripada uang? Hal itu disebut hubungan pertemanan. Sekali saja kamu memutuskannya, maka semuanya tak akan lagi sama. Oleh karena itu, aku selalu tidak ingin perpisahan ini terjadi. Tapi kita menganggap bahwa perpisahan itu perlu sebagai langkah pertama agar keadaan tidak bertambah buruk. Semoga saja kamu mengerti. Memang cerita ini tidak akan mengubah apa-apa, aku akan tetap pada jalanku yang sekarang dan kamu pun begitu. Satu hal yang kulakukan sejak dulu adalah aku ingin membuatmu mengerti bahwa yang kuinginkan adalah berlanjutnya komunikasi kita dalam status sebagai teman. Teman spesial? Teman berharga? Teman penting? Bagiku, sosokmu adalah teman spesial yang berharga dan teramat penting. Tidak banyak yang bisa membuat diriku menjadi seperti saat aku bersamamu, bahkan saat penduduk bumi sudah menginjak angka 7.594.000.000 aku hanya bisa merasakannya denganmu. Perlukah status untuk memperjelas kita saat itu sedang merakit apa? Menurutku, teman sudah cukup. Tidak kurang tidak lebih. Aku menyayangi seluruh temanku, termasuk kamu. Hmm ya meskipun tidak semua temanku selalu berkomunikasi denganku setiap harinya. Harus aku akui, saat itu memang kita dalam masa-masa sulit. Aku bahkan sekarang ini sudah lupa penyebab kita saling menjauh, mungkin karena terlalu pahit sehingga otakku berusaha untuk menghapusnya sesegera mungkin. Ya sudah tak perlu dicari tahu kembali alasannya. 

Lihat? Cerita kita bukanlah cerita tentang mahasiswa yang menghabiskan waktunya untuk terlena dalam gelapnya dunia kampus. Kamu telah mengembangkanku. Kata-katamu memang kadang menyakitkan, tapi kukira hal itu ampuh untuk membuatku merasa lebih baik. Terima kasih ya sudah meluangkan waktu untuk membacanya, jika pada akhirnya kamu menemukan cerita yang berisi curhatanku ini. Aku memang sampah. Setidaknya kini aku telah berubah, dari yang tidak berharga sama sekali menjadi suatu barang yang dapat diolah kembali agar lebih berguna dalam bentuk yang lain. Aku akan bangga dengan gelar sampahku ini. Entah bagimu aku ini apa. Tapi bagiku kamu berlian. Barang yang akan terus berharga bahkan jika berada di dalam lumpur penuh tanah kotor sekalipun.

Aku memutuskan untuk mengungkapkan beberapa hal yang masih mengganjal dalam hati. Cerita ini adalah satu-satunya bentuk penerimaanku terhadap kenyataan. Semoga saja aku bisa mengikuti jejakmu agar bisa sembuh seutuhnya. Dan juga cerita ini aku dedikasikan kepadamu, seseorang yang telah membuatku menjadi manusia yang lebih banyak belajar. Terima kasih banyak. Kuharap kamu sudah memaafkan kesalahanku, 7-19-14.
»»  Baca selengkapnya.....