Oke, buat lu yang mau baca siapin sebuah tisu ya! Takutnya air mata lu tiba-tiba netes hahahaha -_-
Cekidott gan!! Cerpen "Arti Persahabatan"
William menyingkap kembali tabir
ingatannya. Cacha. Manis nama itu, semanis orangnya. Dialah kawan karib William
yang selalu diingatnya. Sudah enam tahun mereka mengenali antara satu sama
lain. Kegembiraan dan keperihan hidup di alam remaja mereka jalani bersama.
Tetapi semua itu hanya tinggal kenangan. William kehilangan seorang sahabat
yang tak ada gantinya.
Peristiwa itu sudah 2 tahun silam.
Sewaktu itu mereka berada di kelas. William sedang memarahi Cacha karena
mengambil pena kesukaannya tanpa izin dan menghilangkannya.
Kejadian itu bermula saat Cacha ingin
menulis surat rahasia kepada William, akan tetapi Cacha tidak membawa pena.
Cacha yang bingung harus berbuat apa, melihat ke arah meja William dan
mendapati sebuah pena di sana. Tanpa pikir panjang, Cacha langsung memakai pena
tersebut guna menulis surat rahasia itu. Berkat pertolongan pena itu, surat
rahasia Cacha berhasil ditulis, dan Cacha berikan secara diam-diam kepada
William. William yang menyadari pena kesayangannya telah hilang pun bertanya
pada Cacha, Cacha yang selalu jujur pada William mengatakan hal yang sebenarnya
karena ekspresi William menunjukkan wajah orang yang sedang dalam amarah. Tanpa
disangka, pena yang semula dipinjam oleh Cacha mendadak hilang. Cacha tidak
ingat kemana ia meletakkan pena kesayangan William. William yang kesal, tanpa
ampun memarahi Cacha, karena telah meminjam sekaligus menghilangkan sebuah pena
yang sangat berharga bagi kehidupan William. Cacha tidak sadar, bahwa pena
tersebut adalah pemberiannya kepada William, pada saat mereka pertama kali
menjadi sahabat.
William yang selalu menunjukkan sikap
tidak senangnya karena pena kesayangannya hilang membuat Cacha sedih. Cacha tak
pernah bermaksud begitu, karena dia tidak sengaja menghilangkannya. Cacha
setiap hari ingin berbuat sesuatu yang dapat membuat William tersenyum lagi,
namun tampaknya usaha itu sia-sia hanya karena sebuah pena.
Apabila Cacha bertanya, dia hanya
bilang dia akan menggantikannya. William tidak ingin Cacha menggantikannya.
Karena pena yang hilang itu adalah hadiah dari Cacha sewaktu mereka pertama
kali menjadi sahabat karib. “Aku tak mau kamu gantikan pena itu! Pena yang
hilang itu sangat berharga bagiku!” William memarahi Cacha. “Selagi kamu tidak
menemukannya, selama itu pula aku tidak bicara denganmu!” marah William.
Meja kelas pun dihentaknya dengan
kuat hingga mengagetkan Cacha. Cacha dengan keadaan sedih dan bersedih hanya
berdiam diri lalu berlari dari situ. William tau kalau Cacha pasti sedih
mendengar kata kata itu. William tidak berniat menyakiti hatinya tetapi waktu
dia terlalu marah dan tanpa ia sadari, mutiara jernih membasahi pipinya.
Semenjak hari di mana Cacha dibentak
secara kasar oleh William, hubungan mereka menjadi renggang, karena William
selalu berusaha untuk jaga jarak dengan Cacha dengan alasan sebuah pena yang
hilang. Kemudian, Cacha tidak masuk sekolah. William yang merupakan sahabat
Cacha, turut merasakan kekhawatiran, karena seorang sahabat terbaiknya
tiba-tiba menghilang dari kehidupannya. William sedih, William tidak pernah
ingin memutuskan ikatan persahabatan yang telah lama ia pertahankan bersama
Cacha. William yang sedang bingung, bertanya pada dirinya sendiri “Sudah
beberapa hari Cacha tidak bersekolah, apakah ia sakit? Apa yang sebenarnya
terjadi?” Benak pikirannya diganggu oleh beribu-ribu satu pertanyaan. “Eh aku
ingin ke rumahnya” bisik William kepada hatinya. Tetapi niatnya terhenti
disitu, dia merasa enggan. Tiba tiba telepon rumah William berbunyi. “KRING!!
KRING!!” Mama William yang mengangkat telepon itu. “Wil..william!!” teriak
mamanya. “Cepat kau ganti bajumu. Kita akan pergi ke rumah Cacha! Kakaknya
Cacha menyuruh kita pergi ke rumahnya sekarang juga!” suara mama William
tergesa-gesa menyuruh anaknya itu. Tiba tiba jantung William berdegup kencang
tak pernah ia rasakan itu. Ini pasti ada sesuatu yang buruk terjadi. “Ya Allah,
kumohon Engkau tentramkanlah hati ini. Apapun yang terjadi aku tau ini ujian-Mu.
Kumohon Engkau selamatkanlah sahabatku” do’a William selama perjalanan ke rumah
Cacha.
Setibanya disana, rumahnya dipenuhi
dengan sanak saudara. William terus berlari menuju Bunda Cacha dan bersalaman
dengan ibunya seraya bertanya apakah yang terjadi. Bunda Cacha dengan nada
sedih memberitahu William bahwa “Cacha tertabrak oleh mobil saat ingin
menyebrang jalan berdekatan dengan sekolahnya. Dia memang tidak sehat tapi dia
tetap ingin ke sekolah. Katanya ingin berjumpa dengan kamu. Tapi keinginannya
tidak sampai. Hingga saat dia menghembuskan nafas terakhirnya, kakaknya yang
ada di sisinya melihat sebuah surat yang ia genggam di tangannya” isak bunda
Cacha sambil memberikan surat yang ingin diberikan kepada William. Di dalam
surat itu terdapat pena William. Di situ juga ada note dari ipadnya.
William langsung mengambil surat dan
membacanya di luar rumah kediaman Cacha. William memberanikan diri untuk membaca
surat terakhir dari Cacha, sahabat terbaiknya. William selalu menunggu saat
sepi jika ingin membaca surat yang dikirimkan oleh Cacha, namun pada saat ini
ia tidak punya waktu lagi untuk melakukan kebiasaannya itu. William membuka
surat dari Cacha, dan mulai membacanya.
Isi surat yang diberikan.
“William, aku minta maaf karena
membuatmu marah karena menghilangkan penamu. Setelah engkau memarahiku, aku
pulang dari sekolah sewaktu hujan lebat berusaha untuk menemukannya. Tapi aku
tak putus asa. Di rumah aku, aku tidak menemukannya. Tapi aku gak putus asa dan
terus mengingatnya dan aku teringat, penamu ada di meja Science Lab. Itu pun
agak lambat ingin ke sekolah karena kurang sehat, tapi dengan bantuan Salsha
dia berinisiatif untuk membantuku mencarikan pena kesayanganmu itu. Pena itu
Salsha temukan di kolong mejamu. Terima kasih kamu sudah menjaga pena dariku sebagai
suatu barang yang sangat berharga dalam hidupmu dan untuk persahabatan kita yang
terjalin selama ini. Terimakasih sekali lagi karena selama ini mengajariku
tentang arti persahabatan. William, aku gak akan lupain kamu, cowok yang selalu
menerimaku apa adanya dan selalu ikhlas mendengar celotehanku selama ini. Kalau
kamu masih marah sama aku, kamu boleh marah selama itu membuatmu bahagia. Maaf
ya aku menghilangkan sebuah benda yang sangat berarti dalam hidup kamu, aku
sangat menyesal hingga membuatmu marah. William, terimakasih ya. Just because I
don’t ask, doesn’t mean I don’t care. Hanya kamu, teman seperjalanan yang bisa
membuatku nyaman. Cacha”
Membaca surat yang digenggam oleh
Cacha, William tak kuasa menahan air mata. Kolam mata William dipenuhi mutiara
jernih yang akhirnya jatuh berlinangan dengan derasnya. Kalau boleh, ingin dia
meraung sekeras-kerasnya. Ia ingin memeluk tubuh Cacha dan memohon maaf tapi
apalah daya semuanya sudah terlambat. Mayat Cacha masih di rumah sakit. Tiba
tiba dentuman guruh mengejutkannya. Barulah ia sadar ia hanya mengenang kisah
silam. Persahabatan mereka lebih berharga dari pena itu. William menyesal
dengan perbuatannya. Dia berjanji peristiwa itu takkan terulang kembali.
Semenjak itu William lebih sering beribadah dan mendoakan Cacha. Hanya dengan
inilah William bisa membalas jasanya Cacha dan mengeratkan persahabatannya.
Note: “Persahabatan selalu kekal adanya bilamana kita nerimanya dengan penuh
ketulusan hati.”