Blog yang memuat tentang berbagai macam permasalahan pelajar, baik itu positif maupun negatif, serta dikemas dalam bentuk semenarik mungkin. Dibuat dan disesuaikan untuk konsumsi publik. SELAMAT MEMBACA!

Rabu, 16 Oktober 2013

Arti Persahabatan



 Oke, buat lu yang mau baca siapin sebuah tisu ya! Takutnya air mata lu tiba-tiba netes hahahaha -_- 

Cekidott gan!! Cerpen "Arti Persahabatan"

William menyingkap kembali tabir ingatannya. Cacha. Manis nama itu, semanis orangnya. Dialah kawan karib William yang selalu diingatnya. Sudah enam tahun mereka mengenali antara satu sama lain. Kegembiraan dan keperihan hidup di alam remaja mereka jalani bersama. Tetapi semua itu hanya tinggal kenangan. William kehilangan seorang sahabat yang tak ada gantinya.
Peristiwa itu sudah 2 tahun silam. Sewaktu itu mereka berada di kelas. William sedang memarahi Cacha karena mengambil pena kesukaannya tanpa izin dan menghilangkannya.
Kejadian itu bermula saat Cacha ingin menulis surat rahasia kepada William, akan tetapi Cacha tidak membawa pena. Cacha yang bingung harus berbuat apa, melihat ke arah meja William dan mendapati sebuah pena di sana. Tanpa pikir panjang, Cacha langsung memakai pena tersebut guna menulis surat rahasia itu. Berkat pertolongan pena itu, surat rahasia Cacha berhasil ditulis, dan Cacha berikan secara diam-diam kepada William. William yang menyadari pena kesayangannya telah hilang pun bertanya pada Cacha, Cacha yang selalu jujur pada William mengatakan hal yang sebenarnya karena ekspresi William menunjukkan wajah orang yang sedang dalam amarah. Tanpa disangka, pena yang semula dipinjam oleh Cacha mendadak hilang. Cacha tidak ingat kemana ia meletakkan pena kesayangan William. William yang kesal, tanpa ampun memarahi Cacha, karena telah meminjam sekaligus menghilangkan sebuah pena yang sangat berharga bagi kehidupan William. Cacha tidak sadar, bahwa pena tersebut adalah pemberiannya kepada William, pada saat mereka pertama kali menjadi sahabat.
William yang selalu menunjukkan sikap tidak senangnya karena pena kesayangannya hilang membuat Cacha sedih. Cacha tak pernah bermaksud begitu, karena dia tidak sengaja menghilangkannya. Cacha setiap hari ingin berbuat sesuatu yang dapat membuat William tersenyum lagi, namun tampaknya usaha itu sia-sia hanya karena sebuah pena.
Apabila Cacha bertanya, dia hanya bilang dia akan menggantikannya. William tidak ingin Cacha menggantikannya. Karena pena yang hilang itu adalah hadiah dari Cacha sewaktu mereka pertama kali menjadi sahabat karib. “Aku tak mau kamu gantikan pena itu! Pena yang hilang itu sangat berharga bagiku!” William memarahi Cacha. “Selagi kamu tidak menemukannya, selama itu pula aku tidak bicara denganmu!” marah William.
Meja kelas pun dihentaknya dengan kuat hingga mengagetkan Cacha. Cacha dengan keadaan sedih dan bersedih hanya berdiam diri lalu berlari dari situ. William tau kalau Cacha pasti sedih mendengar kata kata itu. William tidak berniat menyakiti hatinya tetapi waktu dia terlalu marah dan tanpa ia sadari, mutiara jernih membasahi pipinya.
Semenjak hari di mana Cacha dibentak secara kasar oleh William, hubungan mereka menjadi renggang, karena William selalu berusaha untuk jaga jarak dengan Cacha dengan alasan sebuah pena yang hilang. Kemudian, Cacha tidak masuk sekolah. William yang merupakan sahabat Cacha, turut merasakan kekhawatiran, karena seorang sahabat terbaiknya tiba-tiba menghilang dari kehidupannya. William sedih, William tidak pernah ingin memutuskan ikatan persahabatan yang telah lama ia pertahankan bersama Cacha. William yang sedang bingung, bertanya pada dirinya sendiri “Sudah beberapa hari Cacha tidak bersekolah, apakah ia sakit? Apa yang sebenarnya terjadi?” Benak pikirannya diganggu oleh beribu-ribu satu pertanyaan. “Eh aku ingin ke rumahnya” bisik William kepada hatinya. Tetapi niatnya terhenti disitu, dia merasa enggan. Tiba tiba telepon rumah William berbunyi. “KRING!! KRING!!” Mama William yang mengangkat telepon itu. “Wil..william!!” teriak mamanya. “Cepat kau ganti bajumu. Kita akan pergi ke rumah Cacha! Kakaknya Cacha menyuruh kita pergi ke rumahnya sekarang juga!” suara mama William tergesa-gesa menyuruh anaknya itu. Tiba tiba jantung William berdegup kencang tak pernah ia rasakan itu. Ini pasti ada sesuatu yang buruk terjadi. “Ya Allah, kumohon Engkau tentramkanlah hati ini. Apapun yang terjadi aku tau ini ujian-Mu. Kumohon Engkau selamatkanlah sahabatku” do’a William selama perjalanan ke rumah Cacha.
Setibanya disana, rumahnya dipenuhi dengan sanak saudara. William terus berlari menuju Bunda Cacha dan bersalaman dengan ibunya seraya bertanya apakah yang terjadi. Bunda Cacha dengan nada sedih memberitahu William bahwa “Cacha tertabrak oleh mobil saat ingin menyebrang jalan berdekatan dengan sekolahnya. Dia memang tidak sehat tapi dia tetap ingin ke sekolah. Katanya ingin berjumpa dengan kamu. Tapi keinginannya tidak sampai. Hingga saat dia menghembuskan nafas terakhirnya, kakaknya yang ada di sisinya melihat sebuah surat yang ia genggam di tangannya” isak bunda Cacha sambil memberikan surat yang ingin diberikan kepada William. Di dalam surat itu terdapat pena William. Di situ juga ada note dari ipadnya.
William langsung mengambil surat dan membacanya di luar rumah kediaman Cacha. William memberanikan diri untuk membaca surat terakhir dari Cacha, sahabat terbaiknya. William selalu menunggu saat sepi jika ingin membaca surat yang dikirimkan oleh Cacha, namun pada saat ini ia tidak punya waktu lagi untuk melakukan kebiasaannya itu. William membuka surat dari Cacha, dan mulai membacanya.
Isi surat yang diberikan.
“William, aku minta maaf karena membuatmu marah karena menghilangkan penamu. Setelah engkau memarahiku, aku pulang dari sekolah sewaktu hujan lebat berusaha untuk menemukannya. Tapi aku tak putus asa. Di rumah aku, aku tidak menemukannya. Tapi aku gak putus asa dan terus mengingatnya dan aku teringat, penamu ada di meja Science Lab. Itu pun agak lambat ingin ke sekolah karena kurang sehat, tapi dengan bantuan Salsha dia berinisiatif untuk membantuku mencarikan pena kesayanganmu itu. Pena itu Salsha temukan di kolong mejamu. Terima kasih kamu sudah menjaga pena dariku sebagai suatu barang yang sangat berharga dalam hidupmu dan untuk persahabatan kita yang terjalin selama ini. Terimakasih sekali lagi karena selama ini mengajariku tentang arti persahabatan. William, aku gak akan lupain kamu, cowok yang selalu menerimaku apa adanya dan selalu ikhlas mendengar celotehanku selama ini. Kalau kamu masih marah sama aku, kamu boleh marah selama itu membuatmu bahagia. Maaf ya aku menghilangkan sebuah benda yang sangat berarti dalam hidup kamu, aku sangat menyesal hingga membuatmu marah. William, terimakasih ya. Just because I don’t ask, doesn’t mean I don’t care. Hanya kamu, teman seperjalanan yang bisa membuatku nyaman. Cacha”
Membaca surat yang digenggam oleh Cacha, William tak kuasa menahan air mata. Kolam mata William dipenuhi mutiara jernih yang akhirnya jatuh berlinangan dengan derasnya. Kalau boleh, ingin dia meraung sekeras-kerasnya. Ia ingin memeluk tubuh Cacha dan memohon maaf tapi apalah daya semuanya sudah terlambat. Mayat Cacha masih di rumah sakit. Tiba tiba dentuman guruh mengejutkannya. Barulah ia sadar ia hanya mengenang kisah silam. Persahabatan mereka lebih berharga dari pena itu. William menyesal dengan perbuatannya. Dia berjanji peristiwa itu takkan terulang kembali. Semenjak itu William lebih sering beribadah dan mendoakan Cacha. Hanya dengan inilah William bisa membalas jasanya Cacha dan mengeratkan persahabatannya.
Note: “Persahabatan selalu kekal adanya bilamana kita nerimanya dengan penuh ketulusan hati.”

»»  Baca selengkapnya.....